Kamis, 21 Juli 2011

Minyak Kayu Putih (SNI 06-3954-2001)


Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga banyak dipakai sebagai kelengkapan kasih sayang ibu terhadap anaknya, terutama ketika masih bayi. Minyak kayu putih digosokkan hampir di seluruh badan untuk memberikan kesegaran dan kehangatan pada si jabang bayi.
Karena penggunaannya yang luas tersebut, mutu minyak kayu putih yang dijual di pasaran perlu mendapat perhatian. Untuk memenuhi tuntutan mutu tersebut, lahirlah standar nasional kayu putih yang diusulkan oleh PT. Perhutani (persero) melalui Pantek 55S Kayu, bukan kayu dan produk kehutanan, yaitu SNI 06-3954-2001. Standar tersebut menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan minyak kayu putih yang digunakan sebagai pedoman pengujian minyak kayu putih yang diproduksi di Indonesia.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55%, sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari 55%.
Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 15oC sebesar 0,90 – 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar antara 1,46 – 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o – 0oIndeks bias adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias cahaya, sedangkan yang dimaksud putaran optik adalah besarnya pemutaran bidang polarisasi suatu zat.
Disamping itu, minyak kayu putih yang bermutu akan tetap jernih bila dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%, yaitu dalam perbandingan 1 : 1, 1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak kayu putih tidak diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak sapi dan minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan pencampur dalam minyak kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang merupakan golongan minyak bumi seperti minyak tanah (kerosene) dan bensin biasa digunakan sebagai bahan pencampur minyak kayu putih, sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standar tersebut, selain penetapan mutu di atas, adalah cara uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih, baik yang tercantum di dalam dokumen maupun kemasan. Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu cara uji visual dan cara uji laboratories. Cara uji visual dilakukan untuk uji bau, sedangkan uji laboratories dilaksanakan untuk menguji kadar cineol, berat jenis, indeks bias, putaran optik, uji kelarutan dalam alkohol 80%, kandungan minyak lemak dan kandungan minyak pelican.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan untuk tujuan ekspor yang penerapan standarnya bersifat wajib. Selain minyak kayu putih, produk kehutanan yang penerapan standarnya diwajibkan oleh Pemerintah adalah produk kayu lapis dan gambir. [IRM]

Sumber:

Rabu, 20 Juli 2011

Mau Penghasilan Tambahan??????


Miliki penghasilan tambahan dengan hanya bermodalkan komputer dan akses internet di rumah daaaaannnnnnn nikmati training/pelatihan secara ONLINE, GRATIS selama 20 jam tentang mekanisme bisnis dan cara melakukan pemasaran secara online (internet marketing).
Produk yang dipasarkan juga ORIFLAME lho......
Gabung bersama kami di www.dbc-network.com/index.php?id=genade sekarang dan dapatkan Stockholm Collection selnial Rp. 886.900,00 GRRRAAATTTIISSSS.
Hanya berlaku untuk yang bergabung pada 27 Juni - 30 juli 2011.
So tunggu apa lagi?????
Lihat infonya dan langsung daftar di www.dbc-network.com/index.php?id=genade

Peluang Usaha

Ingin punya bisnis sendiri? Ingin punya penghasilan tambahan? Yang satu ini bisa dikerjakan online, dari rumah atau dari mana pun saja, hanya 2 jam per minggu dari depan komputer anda. Gabung bersama kami dan dapatkan welcome program dari oriflame bernilai total Rp. 886.900,00 (syarat dan ketentuan berlaku).
Klik www.dbc-network.com/index.php?id=genade

Selasa, 19 Juli 2011

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)



Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Istilah Hasil Hutan Non Kayu semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri.
Definisi HHBK seperti dirumuskan oleh pemerintah melalui Departemen Kehutanan (Permenhut: 35/MENHUT-II/2007) adalah hasil hutan baik nabati dan hewani beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu. Pada umumnya HHBK merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah dan lain-lain atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain.
Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik et al. (2006) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1.   Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam dan lain-lain,
2.   Tanin : Pinang, Gambir, Rhizophora, Bruguiera, dan lain-lain,
3.   Resin : Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu, Damar rasak, Kemenyan dan lain-lain,
4.   Minyak atsiri : Minyak gaharu, Minyak kayu putih, Minyak Keruing, Minyak lawang, Minyak kayu manis,
5.   Madu : Apis dorsata, Apis melliafera,
6.   Rotan dan Bambu : Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung,
7.   Penghasil Karbohidrat : Sagu, Aren, Nipah, Sukun dan lain-lain,
8.   Hasil Hewan : Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi,
9.  Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias: Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek hutan, palmae, pakis dan lain-lain.
Pemungutan HHBK umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHBK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah kayu seperti getah kayu Agathis (kopal), atau getah kayu lainnya.
Daftar Pustaka

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007b. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35 tahun 2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta: Dephut.

Sudarmalik, Rochmayanto Y, Purnomo. 2006. Peranan Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Riau dan Sumatera Barat. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006: 199-219.